Skip to main content

Berbeda jalur dengan teman-teman


Pada tahun 2010, tepatnya bulan Juni, saya naik kelas, Alhamdulillah. Harapan saya di kelas ini adalah bisa membersamai teman-teman yang punya bakat dan keunggulan dalam hal akademik. Ya seenggaknya agar bisa tertular kepintaran teman-teman.

Di kelas ini, ada pembinaan khusus bagi para siswa untuk mempersiapkan diri mengikuti perlombaan akademik sesuai dengan mapel keminatan mereka. Setiap siswa wajib (bukan berhak lagi) memilih mapel keminatan mereka masing-masing. Saya waktu itu hampir memilih Fisika, tapi karena peminat fisika sedikit jadinya saya ambil matematika. Salah satu alasan saya juga adalah karena teman akrab saya pilih matematika. Ya begitulah pengaruh teman, maka harus selektif dan pintar-pintat dalam memilih teman.

Dalam prosesnya, ternyata realitas yang terjadi berbeda. Tatkala teman-teman yang lain disibukkan dengan pendalaman mapel keminatan untuk ikut serta dalam perlombaan, saya malah 'asyik' sibuk di organisasi. Saat kelas XI memang umumnya masa-masa paling padat dan masa kebebasan bagi para siswa sebelum nanti fokus ujian di kelas XII. 

Saat itu memang bisa dibilang masa-masa saya memaksimalkan potensi saya untuk berorganisasi. Ketika ada persiapan untuk mengadakan event besar,  hampir tiap hari saya selalu melakukan izin tidak ikut pelajaran dalam jam tertentu. Sampai teman-teman bilang "ga usah sekolah Ba, organisasi aja," ga cuma satu dua yang bilang. Maklum lah, kalau sudah 'terjerumus' dengan organisasi biasanya jadi candu emang. Tapi saya pun merasakan benar, manfaatnya. Terutama dalam mengoordinir suatu perkumpulan, ketika menangani permasalahan, ketika harus berhadapan dengan orang-orang yang lebih dewasa dari kita. Seenggaknya ada hasilnya lah.

Tapi saya juga baru sadar, bahwa pilihan yang saya jalani ini memberikan dampak yang sedikit negatif. Salah satunya adalah saya tidak pernah satu kalipun mengikuti lomba olimpiade di luar sekolah selama setahun di kelas XI, karena teman saya yang selalu menjadi perwakilan sekolah.

Nah, kondisi saya yang masih dominan di organisasi ini berjalan sampai saya berada pada kelas XII semester pertama. Karena biasanya regenerasi organisasi dilakukan pada akhir tahun atau akhir semester pertama. 

Pada saat masuk semester genap, tiba-tiba ada pengumuman dari guru BP bahwa akan ada seleksi nilai siswa dari sejak kelas X-XII semester pertama. Dari hasil tersebut maka akan diambil 50% siswa dengan nilai terbaik untuk diikutsertakan dalam SNMPTN Undangan. Alhamdulillah nama saya muncul di kisaran nilai 35-40% siswa teratas. Tapi beberapa hari kemudian, ada kebijakan baru dari sekolah bahwa yang akan masuk undangan adalah 30% saja. Walaah, saya batal ikut seleksi undangan jadinya. Setelah saya telusuri, ternyata nilai saya jatuh pada kelas XI. Saya sadar, waktu itu memang nilai non akademik saja yang lebih menonjol, sedangkan yag digunakan adalah nilai akademik. Sebab lainnya adalah, saat kelas sebelas, standar nilai yang digunakan tiap kelas bervariasi, kelas saya termasuk yang agak sulit untuk mendapatkan nilai bagus. Belum lagi karena guru yang mengajar juga berbeda dengan kelas lain.

Ya daripada menyalahkan sana-sini, harusnya sadar diri karena memang kurang maksimal dalam hal akademik saat kelas XI. 


Comments

Popular posts from this blog

Perjalanan Awal kuliah yang tak sistematis

Ya, saat itu jurusan yang saya ambil adalah jurusan informatika, pilihan terakhir setelah mendapat saran dari bbrp orang. Awal jurusan yang saya inginkan saat itu bisa dikatakan ngga ada, entah seolah keinginan untuk mengambil diskursus keilmuan tertentu di universitas tak terasa dalam hati dan tak terpikir oleh akal. Awalnya saya memilih jurusan fisika di salah satu kampus di jawa barat, karena ga jadi dapat SNMPTN undangan (oh iya nanti akan saya ceritakan kenapa ga jadi dapat SNMPTN undangan). Lalu  saya memutuskan untuk mengambil jurusan PWK (Perencanaan wilayah dan kota) pada salah satu kampus di Yogjakarta melalui jalur beasiswa yayasan. Tapi ternyata belum takdirnya.  Lalu ketika akan mau ujian nasional, saya sempatkan untuk berkunjung ke sekolah MTs saya dulu, waktu itu saya mengubah jurusan lagi menjadi Matematika Murni, ya karena memang itu mapel favorit saya.. eh kebetulan pas ngobrol berdua dengan guru favorit saya dulu pas SMP (pastinya guru matematika juga, namanya Pak Am

Masa awal SMA yang mengubah karakter dan pola pikir

Alhamdulillah setelah serangkaian seleksi panjang, Allah mengabulkan keinginan saya untuk bisa masuk ke MAN 3 Malang (sekarang menjadi MAN 2 Malang).  Awal-awal sekolah, bisa dibilang saya sangat ambisius, harus bisa keterampilan ini itu, harus ikut ekskul ini itu, harus bisa ranking atas dalam kelas.  Karena saking ambisinya saya waktu itu, hampir apapun pertanyaan yang diajukan oleh berbagai guru selalu saya coba jawab semuanya, terutama pertanyaan-pertanyaan lisan yang diajukan di depan kelas tak peduli jawaban saya benar atau salah, yang penting saya harus menjawabnya. Maklum lah karena sekolah saya di luar kota dan siswa-siswinya juga datang dari berbagai kota di Indonesia, jadi ga boleh kalah sama temen² dari daerah lain. Dalam kegiatan sekolah pun, saya juga mencoba aktif untuk mengikuti banyak ekstra kulikuler, awalnya ingin masuk PASKIBRA, eh ternyata saya ga keterima, maklum waktu itu tinggi badan saya masih belum seberapa dibanding teman² seangkatan, karena usia saya yang me